Kamis, 14 Juni 2012

Inspirasi dari Seorang Srikandi Pengendalian Tembakau


Inspirasi dari Seorang Srikandi Pengendalian Tembakau
(Liputan Penganugerahan WHO WNTD Award untuk dr.Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DrPH)

Rabu, 13 Juni 2012 bertempat di Ruang J.Leimena, Kementrian Kesehatan RI, berlangsung sebuah momen bersejarah peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia. WHO memberikan penghargaan perstisius yang bernama WHO WNTD Award untuk almarhumah Menteri Kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai wujud apresiasi atas perjuangannya selama ini untuk upaya pengendalian tembakau di Indonesia.
Hadir dalam momen prestisius itu diantaranya, plt Menteri Kesehatan  RI, Ali Ghufron Mukti, WHO Representative (Kanchit Limpakarnjanarat), kepala daerah dari sejumlah daerah di Indonesia, kepala dinkes dari sejumlah dinas kesehatan, pejabat eselon1 kementrian kesehatan, mahasiswa, dan pers.
Dalam acara ini dibacakan pula deklarasi komitmen berbagai kalangan dalam upaya pengendalian tembakau. Beberapa kalangan yang membacakan deklarasinya antara lain aliansi bupati dan walikota se-Indonesia, Koalisi Profesi Kesehatan Anti Rokok yang terdiri dari IAKMI, IDI, PDGI, PPNI, IBI, dan IAI, Komnas Anak, ISMKI, dan Gempita.Selanjutnya, Dirjen PTM,  membacakan perjuangan alm. Ibu Menkes dalam pengendalian tembakau di Indonesia. Beliau lah yang sudah 2 kali mengirimkan surat kepada presiden untuk meratifikasi FCTC. Namun, hingga saat ini, FCTC tidak juga diratifikasi. Acara dilanjutkan dengan pidato dari WHO Representative, Kanchit Limpakarnjanarat, dan ditutup dengan sambutan dari Plt. Menkes, Ali Ghufron Mukti.
Betapa Endang Rahayu Sedyaningsih sangat ingin rakyat Indonesia mendapakan payung hukum yang jelas dan terlindungi dari asap rokok. Semoga inspirasi untuk terus memperjuangkan pengendalian tembakau di Indonesia akan tetap ada meskipun ia telah tiada.(IA)


RPP Tembakau Siap Ditetapkan Juli 2012

Jakarta, Dibandingkan negara lain, kebijakan anti rokok di Indonesia masih jauh tertinggal. Padahal rokok sudah jelas-jelas diketahui berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Hingga saat ini, publik masih menunggu-nunggu kelanjutan RPP Pengendalian Tembakau yang tidak jelas kapan juntrungnya.

Kabar menggembirakan muncul dari Kemenko Kesejahtetaan Rakyat (Kemenkokesra). RPP Pengendalian tembakau ini rencananya akan sampai di tangan presiden besok senin.

"RPP ini Insya Allah besok senin sudah ada di meja presiden. Bulan Juli kemungkinan sudah bisa ditetapkan," kata Emil Agustiono, Deputi Koordinasi Kesehatan, Kependudukan dan Keluarga Berencana Kemenkokesra dalam acara Diskusi Publik Riset Relasi Politik Bisnis Tembakau yang diselenggarakan Indonesian Corruption Watch (ICW) di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (7/6/2012).

Menurut Emil, RPP ini bukan disebut RPP Pengendalian Tembakau, namun RPP Pengamanan Produk Adiktif Tembakau untuk Manusia. RPP ini tidak akan mengusik petani tembakau sebab mengatur promosi dan konsumsi rokok di masyarakat.

Emil membocorkan 5 hal penting yang termuat dalam RPP ini, yaitu:

  1. Ketentuan yang mewajibkan produsen rokok mencantumkan gambar bahaya merokok sebanyak 40% dari kemasan rokok.
  2. Persyaratan yang membatasi iklan rokok. Salah satunya membatasi ukuran baliho iklan rokok maksimal sebesar 6X15 m.
  3. Menambah jumlah kawasan bebas asap rokok.
  4. Menyesuaikan cukai produk rokok agar tidak mudah dibeli masyarakat.
  5. Memberikan waktu setahun kepada industri rokok untuk menjalankan peraturan tersebut.

Emil juga menjelaskan bahwa RPP ini memuat butir-butir larangan menjual rokok kepada anak berusia di bawah 18 tahun. Tapi seperti apa ketentuannya dia tidak menyebutkan lebih rinci.

"Pokoknya di situ lengkap lah. Kita tidak bisa publish sebelum ditetapkan pemerintah," kata Emil.

Berlarut-larutnya penetapan RPP ini disebabkan banyaknya pihak yang berkaitan dengan industri tembakau. RPP ini sendiri disusun sebagai kelanjutan dari UU no. 36 tahun 2009 pasal 113 yang menyatakan bahwa tembakau merupakan zat adiktif dan harus diatur penggunaannya.

Awalnya RPP ini disusun oleh Kementrian Kesehatan. Namun karena derasnya pro kontra di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan industri tembakau, presiden meminta Kemenkokesra dan Kementrian Perekonomian untuk ikut membahas RPP ini.

Dengan adanya RPP ini, diharapkan bisa membuat upaya mewujudkan lingkungan yang sehat tanpa asap tembakau segera tercapai.

sumber ;  http://health.detik.com/read/2012/06/07/142411/1935393/763/rpp-tembakau-siap-ditetapkan-juli-2012

Pemerintah Terima Setoran Rokok Rp 70 Triliun, Dana untuk Kesehatan 28 Triliun

Jakarta, Kebijakan yang diambil pemerintah soal rokok memang sangat ironis. Pemerintah menerima Rp 70 triliun dari cukai rokok tetapi hanya mengalokasikan Rp 28 triliun untuk kementrian kesehatan. Bahkan, dana yang diberikan untuk jamkesmas saja hanya Rp 7 triliun.

Jika alasan yang dipakai adalah untuk menyejahterakan petani tembakau, alasan itu tidak dapat diterima karena justru pada periode 1980-2008 Indonesia lebih banyak mengimpor tembakau, bukan hanya memakai tembakau dari lokal.

"Jumlah perokok di Indonesia bertambah, tetapi penggunaan lahan untuk tembakau selama 40 tahun tidak berubah. Artinya tidak benar jika petani ikut menikmati keuntungan penjualan rokok," kata Prof Hasbullah Thabrany dari Pusat Kajian dan Kebijakan Kesehatan UI sekaligus guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Penelitian yang pernah dilakukan prof Hasbullah juga menunjukkan bahwa penghasilan petani tembakau tidak lebih menguntungkan dari petani padi dan jagung. Namun industri rokok selalu berdalih petani tembakau sangat menggantungkan nasibnya pada perusahaan.

Lebih lanjut lagi, prof Hasbullah dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah khawatir sekitar 2 juta orang kehilangan pekerjaan karena salah paham mengenai pengendalian tembakau, namun membiarkan 160 juta orang lainnya diracuni asap tembakau.

Enggan Berhenti Merokok

Disisi lain, banyak orang yang enggan berhenti merokok karena bahaya kesehatan yang mengancam tidak datang secara langsung, melainkan secara perlahan. Apalagi harga rokok di Indonesia terbilang murah jika dibandingkan negara lain.

Padahal rokok tidak memiliki manfaat kesehatan sama sekali. Bahkan jika dihitung-hitung, biaya yang dikeluarkan untuk membakar rokok selama 10 tahun sudah bisa dipakai untuk membiayai berangkat haji ke tanah suci.

"Coba dihitung jika konsumsi rokok perhari rata-rata sebungkus Rp 10.000. Dalam setahun bisa habis uang Rp 365.000. Dalam 10 tahun sudah terkumpul uang Rp 36.500.000," kata Abdillah Ahsan MSE, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI dalam acara Diskusi Publik Riset Relasi Politik Bisnis Tembakau yang diselenggarakan Indonesian Corruption Watch (ICW) di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (7/6/2012).

Asumsi tersebut jika seseorang mengkonsumsi sebungkus rokok setiap hari. Sedangkan pada pecandu berat, dalam sehari bisa membabat habis 2-3 bungkus rokok.

Padahal mengkonsumsi rokok bisa dikatakan membeli penyakit. Pasalnya, rokok membuat pecandunya lebih berisiko terkena penyakit kardiovaskuler 2 kali lipat.

"Dalam setahun, ada sekitar 600.000 orang yang meninggal karena rokok. Tapi kebanyakan perokok yang meninggal karena penyakit akibat rokok membutuhkan progres yang lama, maka banyak yang tak menyadari," kata Prof Hasbullah.
 
sumber : http://health.detik.com/read/2012/06/07/162743/1935546/763/pemerintah-terima-setoran-rokok-rp-70-triliun-dana-untuk-kesehatan-28-triliun

Rokok Sebenarnya Bikin Negara Tekor

Jakarta, Banyak yang berpendapat bahwa sulitnya mengendalikan tembakau karena pemerintah mendapatkan pemasukan yang sangat besar dari rokok. Padahal jika dihitung-hitung, rokok justru membuat negara rugi alias tekor.

Pelaksana Tugas Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Gufron Mukti, MSc, Ph.D menuturkan bahwa sebenarnya biaya yang dikeluarkan untuk rokok, termasuk biaya kesehatan dan hilangnya produktivitas karena sakit, tidak sebanding bahkan jauh lebih besar ketimbang cukai yang diterima oleh negara.

Bila dihitung, cukai rokok tahun 2010 sekitar 50 triliun dan naik menjadi 70 triliun di tahun 2011. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk rokok dan akibat-akibatnya, bisa mencapai 230 triliun.

"Secara negara dan bangsa khususnya mengalami kerugian. Hitung-hitungannya kita bisa lihat berapa biaya yang dikeluarkan untuk rokok sehari, sebulan, setahun. Kemudian berapa yang sakit, berapa biaya produktivitas yang hilang karena sakit, kemudian biaya dari keluarga. Nah semuanya itu, lebih kurang 230 triliun, sementara kita lihat pajak itu sekitar 70 triliun," ujar Prof. dr. Ali Gufron Mukti, MSc, Ph.D, Pelaksana Tugas Menteri Kesehatan, disela-sela acara Penyerahan WHO World No Tobacco Day Award untuk Alm Mantan Menkes Endang Sedyaningsih di Kantor Kemenkes, Jakarta, Rabu (13/6/2012).

Biaya langsung dan tidak langsung yang dikeluarkan untuk rokok bahkan lebih dari 3 kali lipat dari cukai yang diterima oleh negara. Ini artinya, rokok membuat negara rugi.

Disisi lain, banyak orang yang enggan berhenti merokok karena bahaya kesehatan yang mengancam tidak datang secara langsung, melainkan secara perlahan. Apalagi harga rokok di Indonesia terbilang murah jika dibandingkan negara lain.

Padahal rokok tidak memiliki manfaat kesehatan sama sekali. Bahkan jika dihitung-hitung, biaya yang dikeluarkan untuk membakar rokok selama 10 tahun sudah bisa dipakai untuk membiayai berangkat haji ke tanah suci.

"Harusnya harga rokok memang disesuaikan ya, sehingga anak kecil dan yang sebetulnya tidak mampu tidak memaksakan diri, kemudian uangnya habis untuk rokok," tutup Prof. Ali Gufron.

sumber : http://health.detik.com/read/2012/06/13/162029/1940567/763/rokok-sebenarnya-bikin-negara-tekor

Penduduk Produktif RI Bakal Melempem 15 Tahun Lagi Karena Rokok

Jakarta, Sekitar 15 tahun lagi, jumlah penduduk usia produktif di Indonesia jauh lebih banyak dibanding penduduk tak produktif. Tapi kualitas usia produktif ini akan melempem jika para pemudanya sudah teracuni rokok.

Agar 'bonus demografi' usia produktif ini dapat tercapai adalah mengoptimalkan pendidikan dan kesehatan.

Tenaga kerja yang produktif akan dapat terserap secara optimal di pasar kerja jika memiliki pendidikan dan ketrampilan yang dibutuhkan. Hal ini sulit tercapai jika calon tenaga kerja produktif sudah teracuni oleh rokok.

Konsumsi rokok diketahui merupakan salah satu faktor risiko berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, paru-paru, kanker dan sebagainya.

"Jika konsumsi rokok tidak dihentikan mulai dari sekarang, dalam 10 tahun lagi dampak buruk rokok akan menimpa tenaga kerja produktif. Tenaga kerja yang sakit-sakitan akan menurunkan produktivitas nasional yang pada akhirnya akan mengancam bonus demogarfi," kata Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam acara diskusi mengenai Konsumsi Rokok Mengancam Bonus Demografi di Hotel Atlit Century Park Senayan, Rabu (14/6/2012).

Jika melihat kondisi di lapangan, kekhawatiran ini bisa menjadi kenyataan karena jumlah generasi muda yang merokok semakin banyak. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menemukan bahwa saat ini jumlah perokok remaja berusia 15-19 tahun ada sebanyak 4,2 juta jiwa. Jumlah ini mengalami kenaikan 2 kali lipat dari tahun 1995.

Padahal, 15 tahun lagi remaja-remaja ini akan memasuki pasar kerja. Dengan perilaku tak sehatnya ini, maka di tahun 2027 remaja perokok berisiko tinggi terkena penyakit yang terkait dengan merokok seperti kanker, stroke dan serangan jantung.

"Umur orang mulai merokok dari tahun ke tahun semakin muda. Jumlah perokok muda yang merokok juga semakin banyak. Di antara 10 orang yang kecanduan merokok, hanya 2 yang berhasil berhenti merokok," kata Abdillah Ahsan, SE, MSE., Peneliti dari Lembaga Demografi FEUI.

Tak hanya berisiko menyebabkan penyakit berbahaya, rokok juga merupakan pintu menuju penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Penelitian yang pernah dilakukan BNN menemukan bahwa 90% orang yang kecanduan narkoba berawal dari kebiasaan merokok.

Bonus Demografi

'Bonus Demografi' adalah suatu kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif, yaitu penduduk yang berusia 15-64 tahun, di suatu negara jauh lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia tak produktif. Fenomena ini hanya terjadi 1 kali dalam sejarah suatu penduduk.

Sebagai contoh, rasio ketergantungan penduduk tahun 1955 mencapai 81. Artinya, 100 penduduk produktif menanggung 81 orang penduduk tak produktif. Perbandingan ini akan terus menurun hingga level terendah, yaitu 44 yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2020 - 2030.

Penurunan rasio ini disebabkan menurunnya jumlah anak yang dimiliki keluarga di Indonesia, sehingga beban yang ditanggung penduduk produktif makin sedikit.

"Kondisi ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah, sehingga jumlah penduduk yang produktif tadi dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menggerakkan roda perekonomian," kata Prof Tjandra.

sumber : http://health.detik.com/read/2012/06/14/133139/1941309/763/penduduk-produktif-ri-bakal-melempem-15-tahun-lagi-karena-rokok

Industri Rokok Melindungi Petani Tembakau? Pikir Seribu Kali

Jakarta, Petani tembakau selama ini selalu dijadikan alasan untuk menggagalkan peraturan pengetatan promosi dan konsumsi rokok. Bahkan tak jarang para petani tembakau dimobilisasi untuk melakukan demonstrasi untuk menolak kebijakan anti rokok.

Kenyataannya, para petani tembakau kurang mendapat perhatian yang layak dari industri rokok dibandingkan jumlah keuntungan yang dihasilkan dari penjualan rokok. Padahal dalam setahun saja, pemasukan pemerintah dari cukai rokok bisa mencapai Rp 70 triliun. Maka bisa dibayangkan berapa banyak omzet yang diperoleh perusahaan rokok per tahunnya.

Dan yang lebih menyedihkan, belakangan ini justru perusahaan rokok lebih memilih tembakau impor dibanding tembakau lokal untuk menghasilkan produknya.

"Tahun 1990, total impor tembakau di Indonesia adalah18%. Pada tahun 2010 jumlahnya meningkat menjadi 50% dari total konsumsi tembakau," kata Abdillah Salam, SE, MSE., Peneliti dari Lembaga Demografi FE UI dalam acara diskusi mengenai Konsumsi Rokok Mengancam Bonus Demografi di Hotel Atlet Century Park Jakarta, Kamis (14/6/2012).

Abdillah menuturkan, seharusnya peningkatan jumlah lahan meningkat seiring kenaikan permintaan akan rokok. Tapi nyatanya jumlahnya malah menurun. Kalau pemerintah ingin mengambil kebijakan ekstrem, harusnya dilarang impor tembakau.

Di Indonesia, sentra tembakau banyak berpusat di Jawa Tengah, JawaTimur dan Nusa Tenggara Barat.

Bukti bahwa industri rokok tidak berpihak kepada petani bisa dilihat dari penentuan harga. Selama ini, yang menentukan harga jual tembakau adalah perusahaan rokok dan petani harus patuh pada ketentuan dari perusahaan.

Ketika petani sedang panen, harga tembakau cenderung turun. Perusahaan beralasan gudangnya sudah penuh sehingga petani terpaksa mau tak mau harus mengikuti harga yang diberikan perusahaan.

"Saya pernah mewawancarai petani pada tahun 2010. Ia telah menanam tembakau sejak tahun 2002 sampai 2008. Selama rentang waktu itu, ia hanya untung waktu tahun 2003. Tapi masalahnya karena mereka tak punya alternatif lain," kata Abdillah.

Peraturan pemerintah yang ada juga nampaknya tidak melindungi petani. Misalnya, pemerintah daerah selalu mendapat jatah dana bagi hasil cukai sebesar 2% dari penerimaan cukai. Jumlahnya bervariasi tergantung cukai yang disetorkan perusahaan rokok di masing-masing daerah. Secara keseluruhan, dana bagi hasil cukai ini adalah sebanyak Rp 2 triliun. Di Indonesia, ada 20 propinsi yang mendapat dana bagi hasil ini.

Seharusnya, dana sebesar itu bisa digunakan untuk menyewa atau membuat gudang penyimpanan untuk para petani. Tetapi nyatanya tidak. Petani harus mengupayakan sendiri gudang penyimpanan tembakau.

Berdasarkan UU no. 39 tahun 2007 pasal 66, dana bagi hasil cukai rokok ini hanya boleh dialokasikan untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas input tembakau
2. Membina industri tembakau
3. Untuk kesejahteraan sosial
4. Untuk sosialisasi ketentuan cukai
5. Penegakan hukum tentang rokok

"Idealnya, dana bagi hasil cukai digunakan untuk pencegahan dan membina konsumen. Misalnya ada perokok berat yang sakit akibat merokok, pembelian alat-alat kesehatan untuk mengobati penyakit akibat rokok atau untuk kampanye bahaya merokok. Tapi nyatanya tidak," kata Abdillah.

sumber ;  http://health.detik.com/read/2012/06/14/163055/1941557/763/industri-rokok-melindungi-petani-tembakau-pikir-seribu-kali

Karena Sebatang Rokok sang Ibu, Wajah si Gadis Hancur Menakutkan

Jakarta, Gadis remaja umur 15 tahun seharusnya sedang cantik-cantiknya, kecuali yang satu ini. Wajah gadis ini hancur sejak bayi gara-gara ibunya merokok sembarangan hingga terjadi kebakaran hebat yang membuatnya menderita luka bakar 90 persen.

Terri Calvesbert (15 tahun) baru saja memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di masa kecilnya, yang konon nyaris merenggut nyawanya.

Dokter spesialis luka bakar di Chelmsford saat itu memperkirakan Terri akan meninggal akibat luka bakar yang terlalu parah, namun ajaibnya bayi yang ketika itu baru berusia 18 bulan masih hidup dan sekarang telah masuk usia remaja.
Kini, Terri telah memutuskan untuk mencari ibu kandungnya, Julie Minter (32 tahun) yang menghilang setelah pada malam itu dengan cerobohnya meninggalkan rokok di tempat tidur dan memicu kebakaran hebat di kamar tidurnya di Ipswich.

Kebakaran itu membuat Terri kehilangan rambut, hidung dan matanya. Namun hingga saat ini, sang ibu belum pernah mau ditemui untuk membicarakan apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu.

Bisa dipahami, hingga kini Julie selalu dibayangi perasaan bersalah yang sangat mendalam. Hanya 2 bulan sejak peristiwa itu, perempuan ini memutus kontak dengan suaminya dan juga sang anak, Terri yang kehilangan wajah cantiknya untuk selama-lamanya.

Terri saat ini tinggal bersama Paul (39 tahun), ayah kandungnya dan juga Nicky (44 tahun) ibu tirinya. Meski hidupnya bahagia, namun Terri penasaran untuk mencari tahu lebih detail tentang masa lalunya.

"Hanya mama yang bisa memberi tahu apa yang terjadi dalam kebakaran itu. Tapi saat itu, dia tidak bisa atau memang tidak mau. Ini membuat saya marah. Sangat berarti bagi saya untuk mendengarnya langsung dari mama," kata Terri seperti dikutip dari Dailymail, Kamis (14/6/2012).

Julie meninggalkan Terri dan keluarganya, hanya 2 bulan setelah peristiwa kebakaran tersebut. Sejak saat itu, Terri telah menjalani 50 kali operasi yang menyakitkan untuk sedikit memperbaiki luka bakarnya yang menyeramkan.

Gadis yang kini mengenakan wig pirang ini, masih membutuhkan beberapa operasi serta donor kulit sepanjang sisa hidupnya. Beruntung, ribuan orang di seluruh dunia tersentuh oleh kisahnya dan mendonasikan bantuan dana untuk operasi tersebut.

Julie, ibunya terkahir berbicara 5 tahun yang lalu saat diwawancarai majalah Closer.

"Saya tidak tahu apa yang membuat saya meninggalkan rokok di situ. Saya mengulang momen itu berulang-ulang di benak saya," kata Julie yang mengaku berusaha menyelamatkan Terri, tetapi mundur karena asapnya terlalu tebal dan apinya terlalu besar.

 "Saya tidak bisa masuk, tidak bisa melihat apa-apa. Saya keluar untuk mencari tahu apakah bisa menjebol jendela, tetapi tidak berhasil. yang bisa saya lakukan hanya berteriak 'anak saya terbakar'," lanjutnya.

Dalam wawancara itu, Julie juga mengungkap alasannya untuk kabur meninggalkan keluarganya. Ia mengaku dibayangi perasaan bersalah, hingga selalu berpikir untuk bunuh diri jika masih berada satu rumah dengan anak perempuan tercintanya tersebut.

sumber : http://health.detik.com/read/2012/06/14/190144/1941724/1202/karena-sebatang-rokok-sang-ibu-wajah-si-gadis-hancur-menakutkan?utm-source=topshare


 

Minggu, 03 Juni 2012

PAMI untuk HTTS ( PART 2)

Aksi Teatrikal di Depan Istana Merdeka
Urung sampai disana, PAMI bersama 8  IOMS Kesehatan dan BEM kesehatan se-Jakarta menggelar aksi teatrikal di depan Istana Merdeka pada tanggal 31 Mei. Aksi ini bertujuan untuk mendesak pemerintah agar segera mengesahkan RPP Pengendaliian Danpak Tembakau terhadap Kesehatan. Perwakilan UIN, UMJ, UI, dan ISMKMI menyampaikan orasinya secara bergantian. Bersamaan dengan itu, dilakukan pula aksi teatrikal yang menunjukkan bahwa bettapa rokok sennantiasa mengejar penggunanya sampai mati.
Unjuk rasa juga diwarnai aksi tidur di bawah guyuran hujan. Seluruh massa aksi rela tubuh mmereka diguyur hujan dan memperlihatkan kepada presiden bahwa RPP Tembakau sangat genting untuk segera disahkan. Sayangnya, hari itu Presiden SBY sedang melakukan kunjungan ke Thailand. Namun, mahasiswa akan tetap melakukan aksi serupa dengan membawa aksi yang lebih banyak bila RPP tak kunjung disahkan.

Penyuluhan dan Pemilihan Duta Cilik Anti Rokok
Sabtu, 2 Juni 2012, PAMI berkunjung ke SDN 08 Cipinang Muara, Jakarta. Bukan sekedar kunjungan, tapi acara yang dimotori oleh Kementrian TC PAMI ini juga berisi penyuluhan bahaya rokok dan pemilihan Duta Kecil (Ducil) Anti Rokok.
Acara dimulai dengan presentasi bahaya rokok terhadap kesehatan, selanjutnya peserta dibagi kedalam beberapa kelompok diskusi. Masing-masing kelompok diskusi membuat Majalah Dinding (Mading) dan nantinya akan dipilih satu Mading terbaik.
Peserta terlihat sangat antusias dan berlomba-lomba membuat mading terbaik. Tibalah saatnya pengumuman. Kelompok dengan mading terbaik akan menjadi Duta Keci (Ducil) anti rokok. Terpilihlah  Sembilan orang terbaik yang menjadi pionir penggerak anti rokok di sekolah mereka. Pemilihan Ducil ini akan dilakukan setiap tahun untuk membentuk kader-kader pengendalian tembakau berikutnya.
Mungkin ini hanyalah sebagian kecil sumbangsih kami terhadap gerakan pengendalian tembakau di Indonesia . Namun kami percaya bahwa langkah-langkah besar dimulai dari satu langkah kecil. Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi?

PAMI untuk HTTS ( part 1 )


Hari tanpa Tembakau Sedunia. Setiap tahunnya, sebagian dari kita tentu sudah akrab dengan momen yang diperingati setiap tanggal 31 Mei ini. Berbagai “perayaan” pun dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari kampanye, long march, hingga aksi turun ke jalan yang biasanya dilakukan oleh mahasiswa. Namun, semuanya kurang lebih memiliki tujuanyang sama, mewujudkan Indonesia yang bebas dari asap rokok.
Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI) memberikan warna berbeda dalam perayaan HTTS tahun ini. Sebuah rangkaian panjang berturut turut mulai dari tanggal 29 Mei, 30 Mei, 31 Mei, hingga 2 Juni menjadi sumbangsih PAMI dalam mewujudkan udara bersih tanpa asap rokok. 

Penyuluhan Komunitas ROWLINK
Komunitas ROWLINK merupakan sekumpulan anak muda yang bermarkas  kios-kios bekas tak terpakai di Pasar Rumput , Manggarai, Jakarta Selatan. Mereka berasal dari bermacam latar belakang keluarga, mulai dari korban broken home hingga kuli panggul pasar. Hingga kemudian seorang anak muda berinisiatif mngumpulkan mereka dan mengkoordinir mereka untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat agar mereka tidak terjerumus ke hal-hal yang dilarang agama. Sebagian besar dari mereka merupakan perokok aktif.
Penyuluhan yang dimotori oleh Kementrian Tobacco Control PAMI ini berlangsu ng pada tanggal 29 Mei dan dimulai sekitar pukul 18.00. Acara dimulai dengan kuis semacam pretest untuk mengukur sejauh mana pendapat mereka tentang rokok. Kemudian dilanjutkan dengan menonton bersama video “Vanguard: Sex, Lie, and Cigarette” . Disana, menteri TC  PAMI, Nanda Fauziyana, menjelaskan lebih lanjut tentang kebohongan dibalik sebungkus rokok.
Setelah menonton video bersama, mereka kembali ke dalam kelompok masing-masing untuk membuat karya. Karya apapun yang ingin mereka ekspresikan terkait rokok setelah mereka menonton video bersama. Di luar ekspektasi, ternyata mereka sangat antusias dalam membuat karya. Karya itu selanjutnya dipresentasikan dalam kegiatan peringatan HTTS di Balai Sidang UI keesokan harinya.
Seminar: Iklan Rokok, Bualan dalam Buaian
Keesokan harinya, 30 Mei 2012, PAMI bekerjasama dengan Humas UI dan BEM IM FKM UI menyelenggarakan seminar dan talkshow bertajuk: Susahnya melawan iklan dan godaan rokok, sebuah pengalaman pribadi. Acara berlangsung di Balai Sidang UI dan dibuka sekitar pukul 09.00.
Seminar menghadirkan pembicara seperti Prof. Meynaldi Rasmin (konsil Kedokteran), Aimee Juliet (Artis), dan Adrian Maulana (Artis) dan dimoderatori oleh Nita (Wanita Indonesia Tanpa Tembakau). 
Adrian dan Aimee memaparkan bahwa intervensi perusahaan rokok sangat besar di kalangan selebritis. Acara juga menghadirkan Komunitas ROWLINK mempresentasikan hasil karya mereka.