Alkisah seorang bule berkunjung ke Candi
Borobudur. Ketika berjalan menuju candi dia mulai menyalakan rokoknya.
Sampai di depan pintu candi melihat tulisan “No Smoking” terpampang di
papan informasi. Dia kemudian berhenti sebentar di depan pintu,
menghabiskan rokoknya baru setelah dimatikan dan dibuang di tempat
sampah, dia berjalan masuk ke halaman candi.
Di waktu yang sama, di atas Candi
Borobudur, seorang wisatawan lokal merokok dengan santainya walaupun
jelas-jelas terpajang larangan merokok di situ. Petugas yang melihat pun
mengingatkan untuk mematikan rokoknya. Dengan enggan sambil berkata mau
dihabiskan dulu, sang wisatawan pun mematikan rokoknya sambil
bersungut-sungut.
Dua buah pemandangan yang bertolak
belakang di satu tempat yang sama. Mau tidak mau harus diakui bahwa
budaya merokok orang Indonesia, yang sangat sembarangan (kalau tidak mau
disebut tidak beradab), sangat berbeda dengan orang bule yang sebagian
besar tertib dalam menyalakan rokoknya.
Terlepas dari bahwa merokok itu buruk
untuk kesehatan, menurut saya personal, ada dua dosa besar perokok di
Indonesia. Pertama, mereka merokok di tempat umum dimana banyak orang
yang sebenarnya bukan perokok juga berkerumun di situ. Kedua, para
perokok, entah secara sadar atau tidak sadar, senang membuang puntungnya
secara sembarangan di tempat mereka merokok.
Untuk alasan pertama, ditinjau dari
aspek kesehatan, sebenarnya sangat merugikan perokok pasif di
sekitarnya. Dari penelitian diketahui bahwa 25 persen zat berbahaya yang
terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok, tetapi 75 persennya
terbang bebas ke udara yang beresiko masuk ke tubuh orang
disekelilingnya. Lebih hebatnya lagi, 150 juta dari 250 juta penduduk
Indonesia ternyata menjadi perokok pasif, baik itu di rumah, di kantor,
di tempat umum, maupun di kendaraan umum.
Orang merokok sembarangan dimana-dimana
memang sering kita temui, tetapi saya pribadi pernah menemukan
pengalaman yang menurut saya patut dicontoh para perokok di Indonesia.
Pertama cerita mengenai teman bule saya. Suatu hari saya dan beberapa
teman dengan seorang seorang bule berkumpul dan bercerita. Sedang
hangat-hangatnya dengan pembicaraan kami, ternyata sang bule merasa
hasrat merokoknya datang menghampiri. Seketika itu dia permisi
menyingkir mencari tempat dia bisa merokok karena tahu bahwa saya dan
teman-teman bukan perokok.
Di lain waktu, ketika saya sedang
mencari makan malam-malam, masuk lah sebuah keluarga kecil dengan satu
anak balita ke dalam warung tenda tempat saya membeli makanan. Setelah
memesan menu masing-masing, mereka duduk menunggu di kursi yang
disediakan. Si bapak adalah seorang perokok dan ingin merokok pada saat
itu. Akhirnya dia pamit sebentar ke anak dan istrinya untuk merokok di
luar tenda. Ternyata sang bapak tidak rela bila anaknya yang masih
balita menjadi seorang perokok pasif.
Alasan kedua, selain untuk alasan
kebersihan, perlu juga diketahui bahwa puntung yang dibuang membutuhkan
waktu 1,5-2,5 tahun untuk dapat diurai di tanah, 1 tahun untuk diurai di
air tawar dan 5 tahun untuk bisa terurai di laut. Dengan konsumsi rokok
di Indonesia yang mencapai 240 milyar, maka jumlah puntung rokok yang
dihasilkan setiap tahunnya dapat mengisi 40 kolam renang ukuran
olimpiade. Dan bayangkan saja jika semua puntung rokok itu dibuang
sembarang, mungkin di setiap pojok-pojok ruang terbuka ataupun tertutup
akan kita temui paling tidak sebuah puntung rokok.
Belum lagi bila puntung rokok yang
dibuang sembarangan ternyata tidak langsung dimatikan. Puntung rokok
tersebut masih dapat menyala sampai kurang lebih 3 jam. Bahaya yang
paling nyata adalah puntung tersebut tentu saja dapat menyebabkan
kebakaran. Di sisi lain, kurang lebih 4000 zat kimia yang terkandung
dalam rokok akan bertebaran kemana-mana. Bila terbuang ke air,
puntung-puntung rokok tersebut dapat mencemari air.
Saya pribadi menganggap bahwa merokok
itu hak masing-masing individu. Saya juga tidak pernah menyarankan
perokok untuk menghentikan kebiasaan merokoknya. Tetapi bila kemudian
ternyata merokok menjadi kegiatan yang merugikan orang lain, maka itu
menjadi hak kita untuk mengingatkan sang perokok tersebut. Bukan
mustahil tentunya mendambakan para perokok untuk merokok dengan benar,
mencari tempat khusus untuk merokok bila ingin merokok dan mematikan
serta membuang puntungnya di tempat sampah setelah selesai menghisap
rokok.