Jumat, 27 Juli 2012

JANGAN LAGI MEROKOK DI DEPAN ANAK

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak menilai pemenuhan hak kesehatan anak masih sangat lemah. Salah satu bukti nyata, kualitas kesehatan anak terancam akibat kepungan asap rokok.
"Menurut saya adalah mari kita selamatkan anak-anak dari kepungan asap rokok. Mereka pasti akan terganggu kesehatannya. Kita mengimbau berhentilah merokok, dan tidak merokok di depan anak," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak  Arist Merdeka Sirait di kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Senin (23/7/2012).
Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli 2012, Arist mengajak para perokok aktif untuk tidak lagi merokok di depan anak. Dikatakannya, terdapat 89 juta keluarga Indonesia adalah perokok. Jika terdapat anak-anak di bawah umur 3 tahun pada 89 juta keluarga perokok itu, maka terdapat 89 anak menjadi perokok pasif.
"Berarti ada 89 juta anak-anak, umur 3 tahun itu terkepung dengan asap rokok. Dan itu akan mengganggu kesehatannya. Karena dia akan menjadi perokok pasif," terangnya.
Menurut Arist, pemerintah harus segera mengeluarkan peraturan mengenai pengendalian dampak industri rokok untuk menjamin kesehatan anak. Hak anak atas kesehatan masih sangat minim.
"Anak mempunyai hak untuk mendapat kesehatan yang memadai. Maka pemerintah harus memberikan jaminan itu," terangnya.
Menurut laporan Badan PBB untuk masalah anak-anak (UNICEF), tingkat kematian anak/bayi di Indonesia masih relatif tinggi. Kepala Bagian kelangsungan hidup dan perkembangan anak UNICEF, Dr Robin Nandy, dalam sebuah pernyataan resmi menyebutkan, saat ini diperkirakan 150.000 anak meninggal di Indonesia setiap tahunnya sebelum mereka mencapai ulang tahun kelima.
SUMBER : KOMPAS.COM

Rabu, 25 Juli 2012

Puasa Jadi Momen Tepat untuk Tobat Merokok?

Jakarta, Tidak sedikit perokok yang memanfaatkan bulan puasa sebagai momen untuk berhenti merokok. Jika makan dan minum yang merupakan kebutuhan pokok saja bisa dibatasi, bisakah merokok yang jelas tidak ada manfaatnya dihentikan saat puasa?

Aby, seorang karyawan swasta di Jakarta memiliki tekad bulat untuk menghentikan kebiasaan merokok yang dimulainya sejak duduk di bangku SMP. Jika berhasil, maka bulan Ramadan 1433 H, atau bulan puasa tahun ini bakal menjadi momen bersejarah bagi lelaki paruh baya ini.

Niat berhenti merokok memang tidak diputuskan oleh Aby bertepatan dengan awal bulan puasa, melainkan sudah sejak 3 pekan yang lalu. Namun diakuinya, datangnya bulan Ramadan tidak lama sesudahnya telah menjadi motivasi tersendiri untuk menyukseskan tekadnya tersebut.

"Awalnya saya berhenti karena batuk-batuk. Begitu batuk sembuh, pas masuk bulan puasa. Jadi Alhamdulillah, puasa memang benar-benar membantu," kata Aby yang mengaku mengalami radang paru-paru, saat dihubungi detikHealth, seperti ditulis Rabu (25/7/2012).

Tentu tidak mudah bagi Aby yang selama ini tergolong perokok berat, yang biasanya dalam sehari bisa menghabiskan 3 bungkus rokok. Butuh motivasi yang sangat kuat, untuk bisa benar-benar langsung lepas dari kecanduan tanpa melalui tahapan mengurangi sedikit-sedikit.

Keinginan kuat untuk memanfaatkan bulan puasa sebagai momen berhenti merokok juga dialami oleh Saryono, seorang sopir jasa transportasi di Jakarta. Laki-laki 28 tahun asal Cilacap ini sudah meneguhkan hati, untuk mengucapkan selamat tinggal pada asap tembakau pada bulan puasa tahun ini.

"Saya yakin bisa berhenti. Istri mendukung, sementara anak saya juga sudah mulai besar. Sudah 4 tahun, sebentar lagi masuk TK," kata Saryono yang biasa menghabiskan 2 bungkus rokok Sampoerna Mild perhari, bahkan sebelumnya lebih parah lagi karena rokoknya adalah tembakau linting tanpa filter.

Diakui oleh Saryono, memang tidak mudah untuk berhenti merokok pada bulan puasa. Pasalnya di lingkungan tempat kerjanya, rekan-rekan yang habis buka puasa atau sahur pasti merokok bersama-sama sehingga selalu ada keinginan untuk bergabung dan bersama-sama menghisap asap tembakau.

Sementara Wawan, seorang karyawan swasta yang berkantor di Jakarta Selatan mengaku belum berani menargetkan berhenti merokok pada bulan puasa tahun ini. Namun ia memastikan, momen ini akan ia manfaatkan untuk mengurangi jumlah rokok yang dihisapnya setiap hari.

"Biasanya sehari satu bungkus. Ini sekarang sudah puasa hari kelima baru habis satu bungkus. Niatnya sih seterusnya, tapi lihat saja nanti," kata Wawan yang sebenarnya merasa tidak bebas untuk merokok di tempat kerjanya, karena harus pergi ke tangga darurat yang jarang dilalui orang.

Bagi Wawan, bulan puasa merupakan momen yang paling tepat untuk mengurangi atau bahkan berhenti merokok sama sekali. Selain tidak bisa merokok di siang hari karena akan membatalkan puasa, juga karena malamnya harus ikut tarawih sehingga waktu merokoknya otomatis ikut terpangkas.

Berhenti merokok di bulan puasa telah menjadi tren di kalangan perokok, yang mulai menyadari pentingnya hidup sehat jauh dari asap rokok. Begitu ada motivasi, maka kecanduan akan jauh lebih mudah diatasi karena secara medis maupun keagamaan, merokok di bulan puasa sangat tidak dianjurkan.

Namun kadang, berhenti merokok hanya bisa dilakukan selama bulan puasa lalu kambuh lagi di bulan-bulan berikutnya. Sebenarnya, berhenti merokok di bulan puasa itu susah atau mudah? Ikuti terus liputan khusus tentang 'Tobat Merokok di Bulan Puasa'.

sumber : detikhealth.com

Sabtu, 21 Juli 2012

RPP tembakau menurut MENTERI KESEHATAN

Beberapa hari ini, Kementerian Kesehatan menjadi sasaran demonstrasi kelompok yang mengatasnamakan diri petani tembakau yang menolak pengesahan RPP Tembakau. Untuk itu, Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH meminta para petani dan masyarakat untuk memahami bahwa isi RPP tersebut tidak akan merugikan petani tembakau.

Dalam video berjudul “RPP Tembakau Tidak Akan Merugikan Petani Tembakau” dengan durasi 4 menit 21 detik yang terdapat pada situs sehatnegeriku.com (4/7) tersebut, Menkes menegaskan bahwa di dalam RPP tersebut, Pemerintah tidak melarang petani untuk menanam tembakau dan tidak melarang pabrik rokok untuk memproduksi rokok.Menurut Menkes, RPP tembakau merupakan suatu upaya untuk melindungi masyarakat dengan mengatur zat adiktif di dalam rokok, yang jelas merugikan kesehatan masyarakat.

“Maka diperlukan tindakan misalnya pengukuran kadar nikotin dan tar dalam setiap rokok. Karena itu bisa menyebabkan kanker, bisa menyebabkan kecanduan”, terang Menkes.

Menkes menerangkan, RPP Tembakau mengatur agar iklan rokok jangan sampai berukuran terlalu besar dan menarik minat masyarakat untuk merokok, sehingga membahayakan kesehatannya.

“Anak-anak kecil yang tertarik oleh iklan rokok, mulai merokok sejak usia dini sekali. Padahal makin cepat dia kecanduan, maka makin sulit menghilangkan kecanduan tersebut. Begitu pun halnya pada perokok perempuan”, tegas Menkes.

Selain itu, Menkes menambahkan, dampak rokok terhadap perokok pasif, terutama ibu hamil dan anak-anak apalagi yang berada di ruangan tertutup, itu sangat berbahaya.

Pada kesempatan tersebut Menkes menyatakan kesedihannya saat menceritakan pengalaman ayah beliau yang seorang perokok dan harus menderita kanker paru pada akhir hidupnya.

“Biaya pengobatan yang tinggi tidak seimbang dengan penderitaan yang dia alami karena kanker. Bukan hanya dia, seluruh keluarga ikut menderita. Kita tentunya tidak ingin melihat ini terjadi pada keluarga-keluarga lain”, kata Menkes.

Lebih lanjut, Menkes berharap masyarakat dapat memahami bahwa Pemerintah melalui RPP ini, mengatur agar zat adiktif berbahaya yang ada di dalam rokok, jangan sampai merugikan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Menkes menghimbau masyarakat bersama-sama mencegah masalah-masalah kesehatan.


Minggu, 08 Juli 2012

Menkes: RPP Tembakau Tak Rugikan Petani

Jakarta Menkes Nafsiah Mboi meminta petani dan masyarakat bersikap bijak terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau. Isi peraturan itu sama sekali tidak merugikan petani tembakau. Pemerintah juga tidak melarang petani menanam tembakau dan tidak melarang pabrik rokok berhenti berproduksi.

"Masyarakat ingin berhenti merokok silakan, tetapi tidak ada larangan merokok di dalam RPP tersebut," kata Nafsiah dalam keterangan pers yang disampaikan Kemenkes, Kamis (5/7/2012).

Nafsiah mengomentari hal tersebut terkait unjuk rasa ribuan petani tembakau. Nafsiah menjelaskan, RPP Tembakau merupakan suatu upaya untuk melindungi masyarakat dengan
mengatur zat adiktif yang terkandung di dalam rokok, yang jelas merugikan kesehatan masyarakat.

"Maka diperlukan tindakan misalnya pengukuran kadar nikotin dan tar dalam setiap rokok. Karena itu bisa menyebabkan kanker, bisa menyebabkan kecanduan," jelas Nafsiah.

Nafsiah menerangkan, RPP Tembakau juga mengatur agar iklan rokok jangan sampai berukuran terlalu besar dan menarik minat masyarakat untuk merokok, sehingga membahayakan kesehatannya.

"Anak-anak kecil yang tertarik pada iklan rokok, mulai merokok sejak usia dini. Padahal makin cepat dia kecanduan, maka makin sulit menghilangkan kecanduan tersebut. Selain itu, dampak rokok terhadap perokok pasif, terutama ibu hamil dan anak-anak apalagi yang berada di ruangan tertutup, itu sangat berbahaya," tutur Nafsiah.

Nafsiah juga bercerita pengalaman ayahnya, yang seorang perokok dan harus menderita kanker paru pada akhir hidupnya.

"Biaya pengobatan yang tinggi tidak seimbang dengan penderitaan yang dia alami karena kanker. Bukan hanya dia, seluruh keluarga ikut menderita. Kita tentunya tidak ingin melihat ini terjadi pada keluarga-keluarga lain," urai Nafsiah.

Wamenkes: RPP Tembakau Hanya Pengendalian

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Prof. Ali Gufron Mukti, membantah RPP Tembakau berdampak petani akan kehilangan lapangan pekerjaan. Menurutnya, RPP tersebut hanya sebagai bentuk pengendalian.
Hal tersebut dikatakannya, berkaitan dengan terancamnya jutaan orang yang akan kehilangan lapangan pekerjaan, apabila disahkannya RPP tersebut.
"Saya kira tidak begitu, kalau RPP inikan tentang pengendalian tembakau, bukan larangan menanam atau memproduksi, ini tujuannya kan untuk generasi muda, untuk melindungi anak-anak, atau untuk Ibu yang sedang hamil," kata Gufron, saat dihubungi Kompas.com, via telepon, Selasa (3/7/2012) malam.
Menurutnya hal ini berkaitan dengan bahaya dari rokok itu sendiri. Ia mengatakan salah satu bentuk pengendaliannya adalah dengan pemuatan gambar tentang bahaya rokok, pada setiap bungkus rokok.
"Sederhananya kan ini hanya mengatur, mengendalikan. Bentuknya adalah pemuatan 50 persen gambar tentang bahaya rokok pada bungkus rokok," terang Gufron.
Sementara itu, hal berbeda diungkapkan, Agus Setiawan, Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Ia mengatakan jika RPP Tembakau disahkan, ini akan berakibat jutaan petani tembakau kehilangan lapangan pekerjaan.
"Kalau Berdasarkan data dari Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK), jika RPP ini disahkan maka ada jutaan orang akan mengganggur. Ini jumlah yang berkaiatan dengan industeri tembakau dan cengkeh dari hulu hingga hilir di seluruh Indonesia. Kalau petani tembakau sendiri jumlahnya ada 2,1 juta di seluruh Indonesia," ujar Agus.
Menurutnya, jumlah buruh yang bekerja diperusahaan rokok, banyak yang menggantungkan penghasilan dari usaha yang berkaitan dengan tembakau.
"Indonesia punya buruh rokok, buruh tembakau, jadi semua punya kepentingan dan ada kaitannya. Apalagi mereka itu kaitannya langsung dengan masalah perut (lapangan pekerjaan), ada buruh tembakau, buruh cengkeh, pekerja rajang, buruh rokok, pengecer dan masih banyak," terang Agus.
Untuk menolak RPP ini, ribuan petani tembakau melakukan aksi di beberapa kantor pemerintahan di Jakarta, diantaranya di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dan di Tugu Monumen Nasional. Massa yang diturunkan berasal dari enam propinsi yakni Jawa Barat, DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan NTB.
Estimasi jumlah massa menurutnya sekitar 10 ribu orang, dari gabungan berbagai aliansi. Sementara dalam rencana aksi di Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra), pada sore hari ini, di tunda pada esok hari, Rabu (4/7/2012), yang rencananya akan berlangsung pukul 09.00 WIB.
Massa akan beristirahat dengan menginap di Masjid Istiqal, Jakarta, untuk melanjutkan aksinya besok.

Legislator: RPP Tembakau harus didukung

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nova Riyanti Yusuf (Noriyu), mengatakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tembakau harus didukung.

Menurut dia, sebagai salah satu negara yang ikut menyusun kerangka Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana sudah 174 negara yang meratifikasinya, konvensi itu sudah menjadi hukum internasional.

"Dengan demikian, RPP Tembakau yang juga sejalan dengan FCTC haruslah didukung," kata Noriyu di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.

Ia menambahkan, ada pihak tertentu yang berusaha membohongi petani tembakau dengan menyatakan RPP tembakau dan ratifikasi FCTC akan mencederai petani tembakau.

"Isi RPP dan FCTC adalah regulasi agar ada hak bagi non-perokok tidak menjadi perokok pasif. Dan apa kita tidak malu anak-anak kecil beredar di YouTube sedang merokok," kata politisi Partai Demokrat itu.

Dia menjelaskan, Kementerian Kesehatan sudah banyak berkompromi dengan industri rokok. Misalnya, iklan di billboard maksimal 12 meter persegi, namun di RPP dibolehkan hingga 72 meter persegi.

Dia mengklaim bahwa penekanan RPP tembakau sifatnya mengatur agar asap rokok tidak sembarangan lagi menyakiti non-perokok. Namun dia tak menyentuh sedikit pun soal arah rokok putih produksi asing yang akan didorong menggantikan rokok kretek yang menggunakan tembakau produk petani Indonesia.

"Harus ada standadisasi untuk melindungi non-perokok," katanya.

Terkait aksi demo petani tembakau di Kementerian Kesehatan, Noriyu tak sependapat para petani tersebut melakukan aksi untuk menolak disahkannya RPP Tembakau. "Memang bisnis yang paling enak adalah bisnis yang membuat orang adiktif. Mau sakit sampai mati pun, tidak peduli," kata Noriyu.

Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR itu, sangat penting kalau semua pihak mau menghargai hak asasi manusia WNI yang tidak merokok. 


RPP tembakau lindungi anak Indonesia

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan rancangan peraturan pemerintah (RPP) Pengamanan Bahan Adiktif Tembakau untuk Kesehatan untuk melindungi anak Indonesia.

"Pemerintah ingin melindungi anak-anak dari bahaya merokok, apalagi perokok usia dini juga semakin merisaukan," kata Menko Kesra Agung Laksono di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan, RPP ini sangat diperlukan untuk melindungi generasi muda Indonesia dari kecanduan merokok dan bukan untuk mematikan industri rokok, melarang menanam tembakau, atau merokok bagi orang dewasa. Itu pandangan yang keliru, masyarakat jangan apriori dengan RPP ini.

Menurut dia, RPP Pengendalian Tembakau berisi mengenai ketentuan besar label peringatan minimal 40 persen dari besar bungkus rokok, batasan umur 18 tahun untuk konsumen rokok, larangan menjual rokok di sekitar sekolah dan tempat ibadah, pengadaan "smoking area", dan pembatasan iklan.

Sementara itu, unjuk rasa menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau yang dilakukan para petani tembakau dari berbagai daerah dua hari terakhir ini mewarnai Jakarta.

Syukur Fahrudin, salah seorang petani asal Jawa Tengah merasa petani tembakau selalu dipojokkan dengan tudingan sebagai penyebab tingginya jumlah perokok anak di Indonesia.

"Kami tidak mau dipersalahkan atas persoalan sosial di masyarakat kita, seperti soal anak-anak merokok," kata Syukur Fahrudin, yang juga Sekretaris Jenderal Organisasi Petani Tembakau Merapi Merbabu.

Oleh karena itu, pihaknya mendukung adanya aturan pembatasan usia merokok sepanjang aturan tersebut tetap dalam kerangka penegakan keadilan bagi petani tembakau.

"Kami meminta pemerintah cepat mengambil langkah-langkah konkrit, memberlakukan pembatasan usia merokok di Indonesia. Sekaligus menegakkan keadilan untuk petani tembakau agar tidak dianggap sebagai penyebab meningkatnya perokok anak-anak," katanya.


Kemenko Kesra: RPP Tembakau untuk Memproteksi Generasi Muda

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (Kemenko Kesra) berjanji akan memperjuangkan aspirasi para petani tembakau terkait pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau.
Melalui perwakilannya, pihak Kemenko Kesra berjanji untuk berkoordinasi dengan menteri terkait agar para petani tembakau tidak merasa terancam dengan RPP Tembakau yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Hal ini disampaikan oleh Deputi III Bidang Koordinasi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga, Emil Agustiano di Gedung Kemenko Kesra, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (4/7/2012).
"RPP ini tujuannya bukan untuk melarang petani menanam tembakau. Itu hanya ketakutan para petani saja," ujar Emil. Sebelumnya, para petani tembakau menolak RPP Tembakau yang diklaim akan membunuh perekonomian mereka.
Ia juga menambahkan bahwa tujuan utama dari RPP tersebut tidak lain adalah untuk memproteksi dan meningkatkan kesehatan generasi muda. Zulfan Kurniawan selaku koordinator aksi unjuk rasa merasa puas atas tanggapan pihak Kemenko Kesra.
Ia berorasi dan menghimbau rekan-rekannya untuk tetap tenang karena pemerintah akan merespon serta memperjuangkan hak-hak mereka.
"RPP tidak akan melarang petani dan produsen rokok untuk memproduksi tembakau dan rokok," tutur Zulfan menggunakan pengeras suara.
Para pengunjuk rasa terlihat puas. Dengan tertib mereka perlahan meninggalkan lokasi dan berencana akan kembali ke daerahnya masing-masing

Petani Diminta Objektif Lihat RPP Tembakau

JAKARTA, KOMPAS.com - Seluruh pemangku kepentingan terkait industri rokok, khususnya para petani tembakau, diminta lebih objektif dalam melihat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tembakau. Pasalnya, RPP itu bukan untuk mematikan industri rokok atau petani tembakau.
"RPP tembakau ini semata-mata bertujuan untuk melindungi masyarakat Indonesia secara luas dari bahaya rokok," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR, Nova Riyanti Yusuf alias Noriyu di Jakarta, Rabu (4/7/2012).
Sebelumnya, ribuan orang yang mengaku petani tembakau melakukan aksi demo menolak pengesahan RPP Tembakau di kantor Kementerian Kesehatan. RPP itu sudah berada di Sekretariat Negara menunggu diajukan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Para pendemo menuding RPP itu bakal membunuh petani tembakau.
Noriyu mengatakan, klaim bahwa RPP bakal merugikan petani tidak benar lantaran tiga negara terbesar penghasil tembakau di dunia, yakni China, India, dan Brasil justru telah menandatangani Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Pengendalian Tembakau.
Saat ini, Indonesia hanya menempati peringkat kedelapan terbesar produsen tembakau di dunia. Selain itu, Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Pacific yang belum meratifikasi FCTC.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menilai, banyaknya penolakan RPP Tembakau lantaran masih kurangnya sosialisasi substansi RPP kepada publik. Akibatnya, terjadi kesalahan persepsi dari publik bahwa pemerintah akan melarang penanaman tembakau, produksi rokok, penjualan hingga merokok.
Subtansi utama RPP itu yakni untuk perlindungan khusus kepada anak dan wanita dari bahaya rokok, pengendalian iklan, promosi, dan sponsor rokok, pemberian peringatan kesehatan berupa gambar dan tulisan di setiap bungkus rokok. Hal lain, pengaturan pengujian kadar tar dan nikotin serta bahan tambahan, serta memperbanyak kawasan tanpa rokok.
"Pemerintah perlu melakukan pengaturan agar orang lain tidak menderita. Jadi, yang mau merokok dan membunuh diri dipersilahkan dengan hormat," kata Nafsiah.

Sabtu, 07 Juli 2012

Kemenkokesra Bersikukuh RPP Tembakau Tetap Disahkan

Pengesahan RPP tembakau tidak akan ditunda meskipun pemerintah masih membuka dialog dengan berbagai pihak.

Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) membantah pemberitaan di beberapa media yang menyatakan pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai pengendalian dampak tembakau akhirnya dibatalkan demi aspirasi para petani tembakau.

"Nggak ada pembatalan atau penundaan pengesahan RPP, saya hanya bilang bahwa hasil rapat harus dilaporkan dulu ke Pak Menkokesra," kata Deputi 3 Kemenkokesra, Emil Agustiono, usai pertemuan dengan 15 orang perwakilan petani tembakau dari enam provinsi, hari ini.

Menurut Emil, RPP tersebut tidak akan membunuh matapencaharian para petani tembakau. "Mereka tidak mengerti kalau RPP tersebut tidak menjadikan mereka sebagai target. Tidak akan ada pelarangan menanam tembakau bagi petani," ungkap dia.

Emil juga mempertanyakan protes para petani yang menurutnya terlambat dan salah alamat. "Kemenkokesra ini hanya bertugas mensinergikan semua kementerian yang terkait," ujarnya.

Menurutnya, jika ingin mengajukan keberatan seharusnya para petani melakukannya di tahap awal saat Kemenkes menyusun draft RPP tersebut.

Lebih jauh, Emil menegaskan pengesahan RPP tembakau tidak akan ditunda meskipun pemerintah masih membuka dialog dengan berbagai pihak. "Kalau saja mereka baca isi RPP dan paham substansi saya yakin tidak akan ada aksi semacam ini," tandas dia.

Sebelumnya, beberapa media dan stasiun televisi mengatakan para demonstran sepakat membubarkan diri setelah Emil berjanji membatalkan pengesahan RPP yang rencananya dilakukan 14 Juli mendatang.

Ribuan demonstran yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dan Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) melakukan aksi demontrasi menolak pengesahan RPP tembakau. Sejak kemarin sebanyak 7.000 petani tembakau dan pekerja industri rokok kretek melakukan aksi di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Hukum dan HAM.

Aksi demo direncanakan berakhir di Kemenkokesra, namun karena sebagian besar peserta demo sudah kelelahan maka mereka kembali ke Mesjid Istiqlal untuk beristirahat. Demonstrasi dilanjutkan hari ini, dan 15 orang perwakilan demostran berhasil menemui Emil untuk berdialog secara langsung.


sumber : beritasatu.com

Selasa, 03 Juli 2012

Pertemuan Lintas Sektor terkait Konsumsi Tembakau


Senin (2/7/12) lalu berlangsung pertemuan lintas sektor terkait konsumsi tembakau. Pertemuan yang diinisiasi oleh Kementrian Kesehatan ini berlangsung di Hotel Parklane, Jakarta Selatan. Pertemuan menghadirkan Sarwan Hamid (Komisi IX DPR RI), Abdillah Ahsan (LDFE UI), Bambang Sulistomo (Staf khusus Menkes bidang politik kebijakan kesehatan) sebagai pembicara, serta turut mengundang pejabat Eselon II dari lintas kementrian lainnya. Forum dibuka oleh Ratna Rosita (Sekjen Kemenkes RI).
Diskusi yang dimoderatori  oleh Rohani Budi Prihatin dibuka dengan penyampaian kajian produk tembakau dari aspek social, ekonomi, dan pendidikan yang disampaikan oleh Bambang Sulistomo. Bambang menyampaikan tentang begitu banyaknya kepentingan yang terkait dalam pengendalian tembakau di Indonesia. Begitu pula dengan rumitnya membangun komitmen yang terkait subtitusi tanaman tembakaudan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang selama ini alokasinya banyak difokuskan untuk upaya kuratif.
Selanjutnya, Abdillah Ahsan menyampaikan tentang bagaimana membangun pemahaman bersama atas pengendalian konsumsi rokok di Indonesia. Abdillah menyampaikan tentang total kerugian makroekonomi terkait konsumsi rokok yang mencapai Rp 245.4 triliun, sementara penerimaan cukai akibat tembakau hanya Rp 56 triliun. “Cukai juga seharusnya digunakan untuk mengendalikan konsumsi. Jadi, bea cukai dianggap berhasil apabila mampu menurunkan konsumsi rokok. Tapi selama ini bea cukai selalu berbangga saat penerimaan cukai meningkat. Ini yang salah kaprah,” ungkap Abdillah saat membahas mengenai cukai rokok.
Dalam diskusi ini, Hakim Sorimuda Pohan (TCSC IAKMI) berpendapat bahwa penyediaan ruangan merokok  seharusnya menjadi disinsentif bagi perokok. “Bukan penghargaan kepada perokok sehingga ruangan khusus perokok seringkali dibuat nyaman,” imbuhnya.
Selain dihadiri oleh pemerhati pengendalian tembakau, forum ini juga dihadiri oleh petani tembakau. Sukiman, mantan petani asal Klaten, Jawa Tengah, mengungkapkan kesaksiannya selama ia menjadi petani tembakau. Saat ini, ia sudah tidak lagi menanam tembakau. “Saya sudah mengganti tanaman lain yang lebih menguntungkan.” Ia menambahkan, saat ia menjadi petani tembakau, ia  dan teman-teman petani lain seringkali bimbang. “Harga tembakau itu tidak ajeg (tetap-red). Tembakau kami dihargai sesuka hati. Seringkali harga tembakau kami pun anjlok,”ungkapnya
Selain petani tembakau, forum juga dihadiri oleh para korban rokok yang menderita kanker laring. Mereka kehilangan pita suaranya sehingga tidak dapat lagi berbicara layaknya orang normal. Panjaitan, salah satu korban rokok, mengungkapkan bahwa ia adalah perokok pasif. “Saya bekerja di lingkungan yang penuh asap rokok, Tapi saya sendiri tidak merokok. Saya pun terserang kanker sejak usia 23. Bisa kembali berbicara dengan susah payah dan menggunakan alat yang setiap tahunnya harus diganti seharga Rp5 juta,” ungkapnya. Panjaitan dan tiga rekan lainnya yang hadir di forum itu bernasib sama. Diantara mereka ada yang merokok saat masih duduk di bangku SMP.
Panjaitan dan tiga orang rekannya menjadi relawan di RSCM. Dengan kemampuan berbicara yang sangat susah payah, mereka memberikan motivasi kepada penderita kanker laring lainnya tanpa dibayar sepeser pun. Mereka berharap semoga pemerintah memperhatikan upaya mereka dan menyediakan ruangan yang lebih layak demi kelancaran kegiatan mereka yang saat ini tergabung dalam Perhimpunan Pewicara Esofagus. (IA)

Senin, 02 Juli 2012

Rokok Picu Kemiskinan

TEMPO.CO, Jakarta - Rokok memberikan andil yang cukup besar terhadap garis kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Stastik (BPS), rokok memberikan sumbangan terbesar ke dua terhadap kemiskinan, yaitu 8,13 persen di perkotaan dan 7,07 persen di pedesaan.

"Penyumbang pertama garis kemiskinan adalah beras sebesar 29,23 persen di perkotaan dan 35,61 di pedesaan," kata Kepala BPS, Suryamin, saat menyampaikan rilis datanya di kantor BPS, Jakarta, Senin, 2 Juli 2012.

Komoditi lainnya yang memberikan andil terhadap meningkatnya kemiskinan adalah telur ayam ras, gula pasir. Sementara komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar terhadap kemiskinan adalah biaya perumahan, biaya listrik, pendidikan, dan bensin.

Selain itu, berdasarkan data BPS per Maret 2012, penduduk miskin Indonesia berkurang hingga 890 ribu. Pada Maret 2011 lalu badan statistik negara itu mencatat jumlah penduduk miskin 30,02 juta orang.

Suryamin, menuturkan selama periode Maret 2011 hingga Maret 2012 penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 399,5 ribu orang dari 11,0 juta orang. Di daerah pedesaan juga terjadi penurunan sebanyak 487 ribu orang dari angka sebelumnya 18,97 juta (Maret 2011).

Persentase penduduk miskin terbesar saat ini berada di Pulau Maluku dan Papua, yaitu 24,77 persen. Sementara penduduk miskin terkecil di pulau Kalimantan, yakni sebesar 6,69 persen.





"Dilihat dari jumlah penduduk, sebagian besar penduduk miskin berada di Pulau Jawa, yaitu 16,11 juta orang. Sedangkan penduduk miskin terkecil berada di pulau Kalimantan, yaitu 95 ribu orang," tuturnya.