Kamis, 23 Februari 2012

lanjutan SIDANG KAKAR SP3 PENGHILANGAN AYAT TEMBAKAU

hari ini kamis 23 febuari 2012 kembali di lanjutkan sidang KAKAR sp3 penghilangan ayat tembakau. sidang ini beragendakan pemangilan saksi saksi baik itu saksi ahli maupun saksi yang di hadirkan pengugat dan tergugat sidang di bagi menjadi 2 sesi. sesi pertama adalah sesi kesaksian dari saksi saksi ahli
pada sesi pertama prof. Widodo dosen hukum ( akademisi ) dia juga pernah menjadi staff hukum di kepolisian. prof. Widodo di mintai keterangan seputar PERKAP ( peraturan kapolri ) saksi ahli menuturkan bahwa PERKAP merupakan suatu dasar penyidikan dan berguna untuk memperkuat penyidikan. kemudian Prof widodo juga di mintai keterangan tentang GELAR PERKARA. saksi ahli menuturkan bahwa ada 2 macam gelar perkara BIASA dan LUAR BIASA gelar perkara luar biasa hanya untuk kasus yang cukup rumit dan tidak bersangkut paut dengan ekonomi , sosial , budaya ) sedangkan gelar perkara LUAR BIASA merupakan suatu filter , dan ada sangkut paut dengan ekonomi , sosial dan budaya. lalu dari pihak pengugat berkata apakah perkara biasa bisa dilakukan penghentian penyidikan saksi ahli mengatakan bahwa PENGHENTIAN PENYIDIKAN hanya di lakukan di GELAR PERKARA LUAR BIASA kemudian gelar perkara luar biasa pun di bagi 2 tahap tahap pertama hanya di hadiri oleh penyidik terlapor dan terlapor kemudian tahap yang kedua harus mengundang para saksi dan saksi ahli. sebenarnya tidak ada patokapn yang jelas dalam menentukan perkara biasa atau luar biasa dan yang menentukan perkara adalah intelejen , pimpimpinan dan penyidik.terjadi perdebatan dengan dasar perbedaan PASAL 16 KUHAP dengan PASAL 59 dari PERKAP menurut dasar perkap yang menjadi landasan dari pihak pengugat adalah Laporan terlapor + 2 alat bukti. apabila di dalam penyelidikan bukti kurang cukup maka bisa di lakukan penghentian penyidikan.
saksi ahli yang kedua adalah Sdra. Agus Suryono dosen hukum AL- Azhar ( akademis) beliau di mintai keterangan seputaran tentang pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dia menuturkan ada dua macam akta ( surat ) yaitu akta bawah tangan dan akta otentik akta bawah tangan adalah akta yang di buat oleh orang awam atau orang biasa dan di sahkan sedangkan akta otentik adalah akta yang di buat oleh pejabat yang mempunyai kewenangan untuk itu bukan berarti hanya surat yang di buat notaris tetapi terlebih kepada surat yang di buat orang yang memiliki kewenagan untuk membuat surat tersebut dalam dalam surat itu harus menimbulkan hak yang jika hak itu di hilangkan akan menjadi surat palsu. surat bisa di tulis tangan maupun di ketik sesuai dengan kesepakatan. " JIKA ADA SEBUAH NOTA YANG MENGINTERVENSI SESUATU SEBELUM ITU DISAHKAN  MAKA DI ANGGAP SAH BEGITU KEBALIKANNYA "
masuk ke sesi 2 kali ini pemangilan saksi dari pihak tergugat dan dari pihak pengugat
saksi pertama adalah Sdra. Adrian kepala tata usaha komisi 9 DPR RI tugasnya adalah mengatur surat surat. beliau mengakui pernah melihat surat yang di tanda tangani tersangka untuk menghilangkan AYAT 2 pasal 113 UU kesehatan menurut penuturan beliau ketika ia sedang mengetik draf ia di datangangi 2 orang ( yang tidak di sebutkan namanya ) dan memberikan nota perintah penghilangan AYAT 2 dalam pasal 113 awalnya beliau takut karena mungkin akan terjadi masalah di kemudian hari namun karena surat itu di tanda tangani oleh anggota komisi 9 dpr ( yang tidak boleh di sebutkan namanya ) maka ia pun mengubahnya
saksi kedua adalah Sdri. Tri selaku kepala sekertariat komisi 9 DPR RI ia mengaku baru mengetahui adanya perubahan PASAL 113 ketika Sdra. Hakim Pohan ( pengugat ) melaporkan kepadanya kemudian beliau melakukan pengecekan dan ternyata benar bahwa terjadi perombakan di dalam pasal 113. pada saat parripurna UU kesehatan hanya di bacakan secara ringkas tidak di bacakan ayat per ayat sehingga tidak di ketahui kalo terjadi perombakan.
selanjutnya sidang akan di lanjutkan kembali esok hari JUMAT 24 febuari 2012 dengan agenda pembacaan kesimpulan dari kedua belah pihak 

_MIKE_

Rabu, 22 Februari 2012

FCTC ( Framework Convetion on Tobacco Control )

APA ITU FCTC ? pasti dari kalian banyak yang asing dengan kata kata tersebut. FCTC atau Framework Convetion on Tobacco Control adalah kerangka konvensi tentang pengendalian tobacco dan merupakan instrumen legal di tingkat international atau global yang meningkat secara hukum kegunaan dari FCTC ini adalah untuk mendukung negara anggota dalam mengembangkan program nasional pengendalian tembakau dan juga membantu negara anggota memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan, sosial , lingkungan dan ekonomi yang di sebabkan oleh dampak negatif pengunaan tembakau atau rokok
dasar FCTC ini yaitu kesehatan warga adalah prioritas diatas kepentingan perdagangan dan komersial

tujuan dari FCTC adalah : melindungi generasi sekarang ( ibu dan anak ) dan mendatang terhadap kerusakaan kesehatan konsekuensi sosial lingkungan dan ekonomi yang di sebabkan oleh konsumsi tembakau dan paparan asap tembakau.

ELEMENT FCTC 
 
MEASURES à REDUCTION SUPPLY OF TOBACCO
 
 
MEASURES TO REDUCE THE DEMAND FOR TOBACCO
 
 
FCTC di indonesia di persiapkan dan disusun oleh DELRI ( DElegasi Republik Indonesia ) yaitu  TIM LINTAS SEKTOR/INTERDEP TERDIRI DARI Depkes, BPOM, Depkeu cq Ditjen Bea Cukai, Depnaker, Deperindag, Deplu juga wakil2 asosiasi profesi dan LSM 
peran delri terhadap FCTC ini adalah 
kontribusi bermakna mengenai permasalahan yg dihadapi di Indonesia agar FCTC dan protokol2 yg
diberlakukan tidak merupakan kendala dalam implementasinya di Indonesia,
bahkan sebaliknya bermanfaat, saling melengkapi dengan UU nasional.
Sbg contoh:
menanggapi usulan pelarangan jual dan beli rokok oleh anak-anak dibawah 18 th di FCTC,
DELRI mengusulkan agar masalah tsb TIDAK diatur dlm FCTC melainkan dipercayakan kepada masing-masing
negara utk mengaturnya. 

LALU MENGAPA INDONESIA TAKUT MERATIFIKASI FCTC ??
apakah kulaitas bangsa indonesia di kalahkan dengan kepentingan ekonomi dan sekelompok golongan.
bagaimana nasib indonesia kedepanya jika REGULASI ANTI TEMBAKAU INI TIDAK DI SAHKAN
Wujudkan komitmen bahwa kualitas/kesehatan rakyat Indonesia utamanya generasi muda berada diatas semua kepentingan golongan/sektor

tersengal larena rokok

Tubuh kurus Amir Sukatja terguncang saat batuk mendera. Pria berusia 75 tahun ini, Jumat lalu, tengah menjalani kontrol rutin di gedung asma Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta. Sudah lebih dari 10 tahun warga Taman Wisma Asri, Bekasi Utara, ini menjadi pasien di rumah sakit rujukan nasional kesehatan paru-paru tersebut.

“Saya terkena penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),” kata Amir saat ditemui Tempo. ”Menurut dokter, penyakit ini berkaitan dengan kebiasaan saya merokok.” Ia mengaku merokok sejak remaja karena pengaruh pergaulan. Kebiasaan itu terus tertanam hingga saat ia bekerja menjadi polisi. Selama puluhan tahun rokok putih ataupun rokok keretek terus disedot. “Enggak banyak, sih, sehari habis sebungkus,” kata bapak empat anak ini.

Kebiasaan buruknya itu baru dihentikan pada 1999 saat batuknya tak kunjung sembuh dan dada terasa nyeri. Sesak napas yang berulang kali muncul membuat Amir tersengal-sengal. Pengecekan di RS Persahabatan pun dilakukan, termasuk dengan spirometri, alat khusus untuk mengecek fungsi paru-paru. Dari situlah terlihat bahwa fungsi paru-paru Amir sudah menurun, meski ia tak tahu persis angka penurunannya. Dokter pun memvonis bahwa Amir mengalami PPOK.

Sejak saat itu saban hari pensiunan letnan kolonel itu rutin menghirup obat untuk memperlambat penurunan fungsi paru-paru. Selain itu, ke mana pun Amir pergi, di kantongnya selalu ada obat pelega pernapasan semprot, obat mujarab saat sesak napas menyerang.

PPOK adalah penyakit yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas. Penyebab utama gangguan ini adalah kebiasaan merokok meski faktor lain, seperti polusi udara, bisa menjadi pemicu PPOK. Penyakit ini menjadi salah satu topik yang dibahas dalam Pertemuan Ilmiah Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi di Jakarta pada 8-11 Februari.

“Penderita PPOK meningkat pesat sejalan dengan jumlah perokok di Indonesia yang semakin banyak,” kata Profesor Wiwien Heru Wiyono, dokter spesialis paru-paru dari FKUI-RS Persahabatan, seusai acara. Jumlah perokok meroket karena usia awal perokok di negeri ini kian muda. Selain itu jumlah perempuan yang merokok kian meningkat. Menurut Kementerian Kesehatan, prevalensi perokok pada wanita pada 1995 sebesar 1,7 persen, kemudian angkanya naik menjadi 4,2 persen pada 2010. Adapun prevalensi perokok pria meningkat dari 53 persen pada 1995 menjadi 66 persen pada 2010.

Ihwal PPOK, survei penyakit tidak menular yang dilakukan kementerian yang sama pada 2004 menunjukkan bahwa penyakit ini menempati urutan pertama penyumbang kesakitan (35 persen), diikuti asma bronkial (33 persen), kanker paru-paru (30 persen), dan penyakit lain (2 persen). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada 2002, PPOK merupakan penyebab kematian ketiga terbesar bagi warga dunia setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Risiko bagi perokok untuk tersambar PPOK atau kanker paru-paru adalah 20-25 persen.

Menurut Nurfitriani, dokter yang saban hari menangani pasien PPOK di gedung asma RS Persahabatan, banyak pasien penyakit ini yang datang pada derajat dua, yang ditandai oleh sesak napas dan hambatan beraktivitas. “Kadang-kadang saja kami menemukan pasien yang datang pada derajat satu, yang ditandai dengan gejala batuk-batuk,” katanya. “Pada derajat satu, pasien sering tidak sadar bahwa paru-parunya bermasalah.”

Agar kualitas hidup pasien PPOK tak kian memburuk, selain pelega napas dan obat yang memperlambat kerusakan fungsi paru-paru, mereka mendapat rehabilitasi medik. Ada latihan pernapasan, senam, berolahraga dengan sepeda statis, dan latihan lainnya. Rehabilitasi seperti itu pula yang dijalani Amir. Merasa tak enak hidup dengan fungsi paru-paru yang kian menurun, Amir pun mewanti-wanti agar ketiga anaknya yang laki-laki menjauhi rokok.

“Lihat akibat buruknya seperti yang Bapak alami,” kata Amir. Kini anak sulungnya berhenti merokok. Adapun yang dua masih menjadi pekerjaan rumah bagi kakek sembilan cucu ini untuk mengingatkan bahaya merokok.

sumber: tempo.co