Jakarta, Kebijakan yang diambil pemerintah soal rokok
memang sangat ironis. Pemerintah menerima Rp 70 triliun dari cukai rokok
tetapi hanya mengalokasikan Rp 28 triliun untuk kementrian kesehatan.
Bahkan, dana yang diberikan untuk jamkesmas saja hanya Rp 7 triliun.
Jika
alasan yang dipakai adalah untuk menyejahterakan petani tembakau,
alasan itu tidak dapat diterima karena justru pada periode 1980-2008
Indonesia lebih banyak mengimpor tembakau, bukan hanya memakai tembakau
dari lokal.
"Jumlah perokok di Indonesia bertambah, tetapi
penggunaan lahan untuk tembakau selama 40 tahun tidak berubah. Artinya
tidak benar jika petani ikut menikmati keuntungan penjualan rokok," kata
Prof Hasbullah Thabrany dari Pusat Kajian dan Kebijakan Kesehatan UI
sekaligus guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
Penelitian
yang pernah dilakukan prof Hasbullah juga menunjukkan bahwa penghasilan
petani tembakau tidak lebih menguntungkan dari petani padi dan jagung.
Namun industri rokok selalu berdalih petani tembakau sangat
menggantungkan nasibnya pada perusahaan.
Lebih lanjut lagi, prof
Hasbullah dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah khawatir sekitar 2
juta orang kehilangan pekerjaan karena salah paham mengenai pengendalian
tembakau, namun membiarkan 160 juta orang lainnya diracuni asap
tembakau.
Enggan Berhenti Merokok
Disisi
lain, banyak orang yang enggan berhenti merokok karena bahaya kesehatan
yang mengancam tidak datang secara langsung, melainkan secara perlahan.
Apalagi harga rokok di Indonesia terbilang murah jika dibandingkan
negara lain.
Padahal rokok tidak memiliki manfaat kesehatan sama
sekali. Bahkan jika dihitung-hitung, biaya yang dikeluarkan untuk
membakar rokok selama 10 tahun sudah bisa dipakai untuk membiayai
berangkat haji ke tanah suci.
"Coba dihitung jika konsumsi rokok
perhari rata-rata sebungkus Rp 10.000. Dalam setahun bisa habis uang Rp
365.000. Dalam 10 tahun sudah terkumpul uang Rp 36.500.000," kata
Abdillah Ahsan MSE, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI dalam
acara Diskusi Publik Riset Relasi Politik Bisnis Tembakau yang
diselenggarakan Indonesian Corruption Watch (ICW) di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (7/6/2012).
Asumsi
tersebut jika seseorang mengkonsumsi sebungkus rokok setiap hari.
Sedangkan pada pecandu berat, dalam sehari bisa membabat habis 2-3
bungkus rokok.
Padahal mengkonsumsi rokok bisa dikatakan membeli
penyakit. Pasalnya, rokok membuat pecandunya lebih berisiko terkena
penyakit kardiovaskuler 2 kali lipat.
"Dalam setahun, ada sekitar
600.000 orang yang meninggal karena rokok. Tapi kebanyakan perokok yang
meninggal karena penyakit akibat rokok membutuhkan progres yang lama,
maka banyak yang tak menyadari," kata Prof Hasbullah.
sumber : http://health.detik.com/read/2012/06/07/162743/1935546/763/pemerintah-terima-setoran-rokok-rp-70-triliun-dana-untuk-kesehatan-28-triliun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar