JAKARTA, KOMPAS.com —
Para menteri menyepakati peringatan bergambar dan tulisan tentang
bahaya rokok mencapai 40 persen dari luas bungkus rokok di setiap
sisinya. Waktu transisi penerapan aturan ini adalah satu tahun hingga
dua tahun sejak ditetapkan.
Petani tembakau tidak perlu khawatir karena aturan ini tetap melindungi eksistensi mereka.
-- Agung Laksono
Menteri
Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono seusai Rapat Koordinasi
Lintas Sektor Tingkat Menteri tentang Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan di Jakarta, Kamis (19/4/2012), mengatakan bahwa
aturan ini untuk melindungi bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, bukan
larangan merokok.
"Petani tembakau tidak perlu khawatir karena aturan ini tetap melindungi eksistensi mereka," katanya.
Hadir
dalam rapat koordinasi ini, antara lain, Menteri Koordinator
Perekonomian Hatta Rajasa dan Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti.
Dengan
ketentuan ini, maka setiap perusahaan
rokok wajib mencantumkan gambar peringatan bahaya rokok di setiap
bungkus rokok minimal 40 persen dari luas bungkus rokok di setiap
sisinya. Aturan Indonesia ini tertinggal dibanding negara lain karena
mereka sudah mencantumkan peringatan bergambar hingga 70 persen sejak
lama. Bahkan, sejumlah negara sudah mewajibkan bungkus rokok polos.
Meski
demikian, belum ada kejelasan kapan aturan ini akan ditetapkan. RPP
tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan ini digodok antarkementerian sejak 2010 lalu dan
merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.