MALANG: Pabrik-pabrik rokok (PR) kecil di Malang mulai melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagian buruhnya terkait dengan
pemberlakuan tarif cukai rokok baru mengacu PMK 167 tahun 2011.
Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia
(Formasi) Heri Susianto mengatakan setidaknya ada tiga PR di Malang
yang mengurangi jumlah karyawannya terkait dengan pemberlakuan tarif
cukai baru.
PR dimaksud, yakni PR Sorgum, PR GL, PR Gangsar. Selain itu, jumlah PR
di Malang juga terus menyusut dari 360 perusahaan pada 2010 menyusut
menjadi 77 perusahaan pada saat ini.
“Jadi hambatan PR kecil saat ini selain tarif cukai yang tinggi, juga
bahan baku berupa cengkeh dan tembakau yang naik serta persaingan dengan
PR besar yang ikut bermain dengan mendirikan PR kecil,” kata Heri hari
ini.
Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 167/2011 tentang
Tarif Cukai Rokok maka ada pengaturan perubahan layer. PR golongan ada
golongan II ada dua layer, golongan I 3 layer. Untuk sigaret putih mesin
(SPM) golongan I 3 layer, golongan II 3 layer. Begitu juga untuk
sigaret kretek tangan.
Dengan ketentuan tarif cukai baru itu, maka tarif cukai SKT golongan
III layer dua naik dari Rp65 per batang menjadi Rp75 per batang.
Kenaikan yang paling besar, untuk sigaret kretek mesin (SKM) golongan II
layer 3. Mengacu PMK sebelumnya, maka tarif per batang rokok tersebut
sebesar Rp170 per batang, sedangkan dengan PMK baru Rp235 per batang
atau naik Rp65 per batang.
Dengan begitu, maka satu pak SKM yang isinya 16 batang naik Rp1.040.
Karena itulah, jika sebelumnya harganya di pasar Rp6.000 per pak, maka
logikanya harus dijual Rp7.000 per pak.
“Namun praktiknya PR kecil sulit menjual rokok sebesar itu karena ada
PR branded menjual Rp6.000 per pak, bahkan produk milid rokok branded
ada yang dijual Rp7.000. Sekarang ini bagi PR kecil produksi SKM
menghadapi tantangan yang tidak ringan, berat.”
Di sisi lain, harga bahan baku rokok juga naik. Jika sebelumnya cengkeh
dijual di pasar seharga Rp60.000 per kg, kini meningkat menjadi
Rp160.000 per kg. Harga tembakau juga meroket, dari Rp20.000 per kg
menjadi Rp45.000 per kg.
Karena itulah, kata Heri, Formasi mengajukan uji materi atas PMK 167
tahun 2011 ke Mahkamah Agung (MA). Jika pengajuan materi tersebut
dikabulkan MA, maka setidaknya ada ruang bagi PR kecil untuk bernafas,
melanjutkan usahanya karena beban membayar cukai bisa berkurang.
Dia memperkirakan, pemeriksaan pengajuan Formasi tersebut segera dilakukan MA karena kasus tersebut sudah ter-register di MA.
Menurut dia, PMK tersebut setidaknya melanggaran dua hal dari
konsiderannya. Poin yang melanggar, yakni bahwa harga jual eceran rokok
(HJE) tidak boleh naik melebihi 57%, namun faktanya justru mencapai 63%.
Poin lainnya, melanggar pasal ayat 5 UU Cukai yang intinya bahwa untuk
kenaikan tarif cukai maka pemerintah harus mengajak asosiasi membahas
masalah tersebut, namun faktnya hal itu tidak dilakukan pemerintah.
“Dengan adanya PMK baru itu, dari sisi penerimaan pemerintah memang
tidak terganggu. Namun bagi kami, pengusaha PR kecil, keberadaan PMK 167
jelas dapat mematikan usaha kami.”(sut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar