Selasa, 03 Juli 2012

Pertemuan Lintas Sektor terkait Konsumsi Tembakau


Senin (2/7/12) lalu berlangsung pertemuan lintas sektor terkait konsumsi tembakau. Pertemuan yang diinisiasi oleh Kementrian Kesehatan ini berlangsung di Hotel Parklane, Jakarta Selatan. Pertemuan menghadirkan Sarwan Hamid (Komisi IX DPR RI), Abdillah Ahsan (LDFE UI), Bambang Sulistomo (Staf khusus Menkes bidang politik kebijakan kesehatan) sebagai pembicara, serta turut mengundang pejabat Eselon II dari lintas kementrian lainnya. Forum dibuka oleh Ratna Rosita (Sekjen Kemenkes RI).
Diskusi yang dimoderatori  oleh Rohani Budi Prihatin dibuka dengan penyampaian kajian produk tembakau dari aspek social, ekonomi, dan pendidikan yang disampaikan oleh Bambang Sulistomo. Bambang menyampaikan tentang begitu banyaknya kepentingan yang terkait dalam pengendalian tembakau di Indonesia. Begitu pula dengan rumitnya membangun komitmen yang terkait subtitusi tanaman tembakaudan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang selama ini alokasinya banyak difokuskan untuk upaya kuratif.
Selanjutnya, Abdillah Ahsan menyampaikan tentang bagaimana membangun pemahaman bersama atas pengendalian konsumsi rokok di Indonesia. Abdillah menyampaikan tentang total kerugian makroekonomi terkait konsumsi rokok yang mencapai Rp 245.4 triliun, sementara penerimaan cukai akibat tembakau hanya Rp 56 triliun. “Cukai juga seharusnya digunakan untuk mengendalikan konsumsi. Jadi, bea cukai dianggap berhasil apabila mampu menurunkan konsumsi rokok. Tapi selama ini bea cukai selalu berbangga saat penerimaan cukai meningkat. Ini yang salah kaprah,” ungkap Abdillah saat membahas mengenai cukai rokok.
Dalam diskusi ini, Hakim Sorimuda Pohan (TCSC IAKMI) berpendapat bahwa penyediaan ruangan merokok  seharusnya menjadi disinsentif bagi perokok. “Bukan penghargaan kepada perokok sehingga ruangan khusus perokok seringkali dibuat nyaman,” imbuhnya.
Selain dihadiri oleh pemerhati pengendalian tembakau, forum ini juga dihadiri oleh petani tembakau. Sukiman, mantan petani asal Klaten, Jawa Tengah, mengungkapkan kesaksiannya selama ia menjadi petani tembakau. Saat ini, ia sudah tidak lagi menanam tembakau. “Saya sudah mengganti tanaman lain yang lebih menguntungkan.” Ia menambahkan, saat ia menjadi petani tembakau, ia  dan teman-teman petani lain seringkali bimbang. “Harga tembakau itu tidak ajeg (tetap-red). Tembakau kami dihargai sesuka hati. Seringkali harga tembakau kami pun anjlok,”ungkapnya
Selain petani tembakau, forum juga dihadiri oleh para korban rokok yang menderita kanker laring. Mereka kehilangan pita suaranya sehingga tidak dapat lagi berbicara layaknya orang normal. Panjaitan, salah satu korban rokok, mengungkapkan bahwa ia adalah perokok pasif. “Saya bekerja di lingkungan yang penuh asap rokok, Tapi saya sendiri tidak merokok. Saya pun terserang kanker sejak usia 23. Bisa kembali berbicara dengan susah payah dan menggunakan alat yang setiap tahunnya harus diganti seharga Rp5 juta,” ungkapnya. Panjaitan dan tiga rekan lainnya yang hadir di forum itu bernasib sama. Diantara mereka ada yang merokok saat masih duduk di bangku SMP.
Panjaitan dan tiga orang rekannya menjadi relawan di RSCM. Dengan kemampuan berbicara yang sangat susah payah, mereka memberikan motivasi kepada penderita kanker laring lainnya tanpa dibayar sepeser pun. Mereka berharap semoga pemerintah memperhatikan upaya mereka dan menyediakan ruangan yang lebih layak demi kelancaran kegiatan mereka yang saat ini tergabung dalam Perhimpunan Pewicara Esofagus. (IA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar