Apalagi saat ini jumlah anak yang merokok di Indonesia semakin besar. Data Susenas 1995, 2001, 2004 dan Riskesdas 2007 menunjukan prevalensi perokok anak usia 10- 14 tahun meningkat 6 kali lipat sejak tahun 1995 hingga tahun 2007. Pada tahun 1995 jumlah anak perokok hanya sekitar 0,3 persen atau sekitar 71 ribu, namun pada 2007 melonjak menjadi 2 persen atau menjadi 426 ribu anak. "Masalah anak kecanduan rokok di Indonesia sudah siaga satu," kata Arist.
Kasus bocah IL ini serupa dengan kasus AL, bocah dari Sumatera Selatan yang juga kecanduan merokok. Menurut Arist, fenomena ini seperti gunung es, terlihat sedikit di puncak tapi sebenarnya di bagian dasarnya sangat banyak. "Karena itu, kehadiran regulasi pengendalian tembakau di Indonesia sudah sangat mendesak tidak bisa ditawar-tawar lagi,"
Karena itu, Komnas Anak mendesak agar RPP Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang merupakan mandat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009, harus segera disahkan untuk melindungi hak kesehatan masyarakat. "Atau generasi mendatang akan menanggung beban penyakit dan ekonomi akibat teradiksi rokok,"kata dia.
Ia menambahkan, pemerintah dan para pembuat kebijakan di semua tingkat harus berdiri di sisi anak-anak Indonesia untuk menghadapi agresifitas industri rokok dalam memasarkan produk adiksinya melalui iklan, promosi dan sponsor di semua media dan tempat. "Jangan biarkan anak-anak dan para orang tua menghadapi sendiri “peperangan ini”, karena ini adalah tanggungjawab pemerintah,"ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar