TEMPO.CO, Jakarta:
Pelanggaran aturan tentang larangan merokok masih sering terjadi di
gedung-gedung milik swasta. Hal ini diketahui berdasarkan hasil survey
yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Juni lalu.
Survey itu dilakukan di 210 titik yang terdiri dari 70 hotel, 70
restoran, dan 70 tempat kerja swasta.
Pengurus YLKI yang juga
Ketua Bidang Advokasi Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, di
Hotel Syofyan Betawi, Jumat, 1 Juli 2011, menyebutkan pelanggaran yang
paling besar adalah penempatan ruang merokok di dalam ruang yang menyatu
dengan gedung. Dari 210 titik penelitian terdapat 73 restoran, tempat
kerja, dan hotel yang ruang merokok menyatu dengan gedung. Selain itu
masih ada 88 gedung yang belum memiliki ketersediaan ruang merokok.
Menurut
Tulus meski mayoritas gedung sudah memiliki penandaan kawasan dilarang
merokok, kenyataanya hampir di semua tempat ditemukan perokok yang
merokok di luar area merokok. "Dari temuan kami mereka mengaku
melakukannya karena tidak ada sanksi yang tegas terhadap pelanggar,"
ujar Tulus. Selain itu ada juga yang beralasan karena tidak adanya
pengawasan, dan penandaan yang tidak jelas.
YLKI juga menemukan
bahwa penerapan Pergub 88 tahun 2010 ini masih belum tersosialisasi
dengan baik. Di 210 wilayah survey, YLKI meminta respon dari perokok
yang terdiri dari karyawan, manajer, dan pengunjung. Dari 420
responden, ditemukan 36 persen yang belum mengetahui adanya pergub
kawasan dilarang merokok ini. "Pemerintah harus lebih melakukan
sosialisasi, tidak cukup hanya melalui hotline," ujar Tulus.
Meski
begitu, Tulus optimistis pergub 88 tahun 2010 ini akan bisa berjalan
dengan baik. Hal ini terbukti, 79 persen perokok yang ditanya mengaku
setuju dengan penerapan Kawasan Dilarang Merokok. "Makanya tidak perlu
ada keraguan pemerintah DKI Jakarta dan pengelola gedung swasta untuk
menerapkan Pergub," ujarnya.
Ketua Harian YLKI Sudaryatmo
mengatakan dalam penerapan Pergub Kawasan Dilarang Merokok pemerintah
harus tegas dan berani. Bahkan kalau perlu dia meminta adanya insiatif
dalam penerapan sanksi. "Pemerintah harus berani melakukan inisiatif
misalnya dengan memanfaatkan teknologi," ujarnya.
Dia
mencontohkan di Hongkong digunakan pendekatan disiplin melalui alarm.
Asap rokok akan terdeteksi langsung ke pemadam kebakaran sehingga begitu
ada yang merokok pemadam kebakaran akan segera datang ke gedung
tersebut. "Hal ini akan membuat jera dan malu bagi yang merokok dan
pengelola gedung," ujarnya. Hal seperti inilah yang kata Sudaryatmo
harus ditiru oleh pemerintah DKI. "Kami dari YLKi akan terus memberikan
dukungan terhadap segala bentuk perlawanan terhadap bahaya rokok."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar